oleh: P. Dicky Rukmanto, Pr *
Sekilas Jejak Historis Lektor
Keberadaan seorang pembaca Sabda Allah (lector, Latin) dalam peribadatan suci sudah ditemukan dalam tradisi agama Yahudi. Jejaknya dapat dijumpai terutama dalam sumber Perjanjian Lama. Bahkan, dalam sumber Perjanjian Baru, jejak itu masih tampak saat Yesus datang ke Nazaret (Luk 4:16-30), masuk ke rumah ibadat, lalu membaca dan mengajar dari teks Yesaya 61:1-2[1].
Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).
Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon[2]. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor[3]. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor[4].
Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.
Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, �Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah.�[5]
Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita[6], yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka �harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab� (PUMR 101).
Panggilan dan Peran Lektor
Bidang peran lektor ada dalam area pelayanan liturgi kudus. Tiga hal pokok perlu disadari oleh setiap lektor. Pertama, keberadaan lektor terkait dengan identitasnya sebagai orang beriman - berkat pembaptisannya, dan tempatnya dalam tata komunitas Gereja - berkat peran pelayanannya. Kedua, panggilan lektor ada di bidang liturgi, yakni peribadatan kudus di mana Allah hadir dan menyelenggarakan karya keselamatan-Nya. Ketiga, peran lektor terletak pada partisipasinya dalam pelayanan liturgis.
Pokok pertama bermanfaat untuk mengingatkan kontribusi dan tanggungjawab partisipatif (participatio actuosa) sebagai anggota jemaat. �Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis� (PUMR 16). Sebagai demikian, Perayaan Ekaristi merupakan perayaan umat (SC 41; ME 3d; PUMR 19, 34) di mana jemaat beriman dan para pelayan liturgi berperan menurut tugas dan fungsi partisipatif masing-masing (PUMR 17). Pokok kedua berguna untuk mengingatkan bahwa liturgi bukanlah seremoni profan. Sebaliknya, liturgi merupakan tindakan kudus dari Kristus Imam Agung dan Tubuh-Nya, yakni Gereja (SC 7). Sebagaimana Allah kudus dari hakikat-Nya, demikian pula Gereja dan liturgi itu sendiri suci dari martabatnya. Karena itu, pelayanan lektor hendaklah dilaksanakan dalam citra batin liturgi yang agung dan mulia serta sikap penghayatan penuh rasa hormat dan takut akan Allah, kedalaman syukur dan keheningan sukacita. Lektor sendiri hendaklah selalu memurnikan diri dalam semangat pertobatan. Pokok ketiga membantu memotivasi agar lektor menyadari tugasnya sebagai panggilan pelayanan bagi umat Allah (PUMR 97). Dari mereka diharapkan kemudahan untuk membiasakan diri serius dalam mempersiapkan diri, melatih ketrampilan serta selalu mengevaluasi pelaksanaan tugasnya. Diharapkan pula agar mereka senantiasa melakukan tugas pembacaan Sabda Tuhan dalam norma kesempurnaan: benar, baik dan indah. Ketiga pokok kesadaran tersebut sangat berarti bagi lektor untuk mensyukuri karunia iman yang diterimanya serta mengekspresikannya dalam pelayanan tugas pembacaan Sabda Allah. Dalam semangat mengekspresikan imannya, hendaklah lektor menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk menyampaikan, melalui suaranya, Sabda yang berasal dari Tuhan sendiri. Ekspresi iman ini hendaklah ditopang oleh penghayatan mendalam citra dirinya sebagai penyampai Sabda Allah.
Visi Batin dan Semangat Penghayatan Lektor
Hal paling mendasar yang harus disadari oleh seorang lektor adalah bahwa ia seorang beriman. Lektor adalah pengaku iman, seorang confessor. Untuk dapat menjalankan tugas perutusannya, seorang lektor dituntut lebih dulu untuk mengakui Tuhan dan kebenaran Sabda-Nya dalam Kitab Suci. Ia juga harus percaya sepenuhnya bahwa Gereja dan liturginya memang dikehendaki Tuhan sebagai sarana keselamatan. Dalam konteks peribadatan suci Gereja, khususnya dalam Liturgi Sabda, lektor harus percaya bahwa �bila Alkitab dibacakan dalam Gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya� (PUMR 29; bdk. SC 33). Kepercayaan yang sama hendaklah diberikan pada saat Injil dibacakan diakon atau imam sebagai saat Kristus sendiri hadir dan menyampaikan sabda-Nya (PUMR 55). Lektor hendaklah percaya bahwa dalam Liturgi Sabda Allah sungguh hadir melalui Sabda yang dibacakannya. Bahkan, ia diundang untuk percaya akan kehadiran Allah sepanjang Perayaan Misa Kudus. Dari kesadaran ini diharapkan lektor mampu melaksanakan tugas pembacaan Sabda Allah sebagai sarana mengekspresikan imannya. Karena itu lektor diharapkan mampu menjadi pribadi yang selalu haus akan Sabda Tuhan dan siap menghidupi kebenaran Kitab Suci. Ia diundang untuk terbuka dan mau dijiwai oleh Sabda Tuhan agar dirinya selalu gembira dan berani menampilkan kesaksian hidup. Dari lektor diharapkan muncul sikap-sikap pokok seperti disiplin, hormat dan taat pada Sabda Tuhan.
Didukung oleh pemahaman biblis dan ketrampilan teknisnya, penghayatan rohani lektor harus mampu menghadirkan Allah yang sedang bersabda. Melalui suaranya, lektor hendaklah mampu menampilkan Roh Allah yang tersembunyi di balik kata-kata Kitab Suci yang penuh daya. Lektor dipanggil untuk mampu menghadirkan kembali karya keselamatan Allah dalam sejarah manusia sebagaimana terlukis indah dalam seluruh teks Kitab Suci. Melalui gema suaranya, lektor diharapkan dapat mengaktualkan kekuatan Sabda Tuhan yang menghibur dan meneguhkan, menggembirakan dan menghidupkan, memberi berkat dan menyelamatkan. Lektor diharap mampu menghadirkan kehendak Allah sendiri yang senantiasa ingin membangun, menjaga, merawat dan menyempurnakan jemaat Kristus hingga menjadi Yerusalem surgawi. Di sisi lain, hendaklah lektor menggunakan kemampuannya dengan optimal agar segenap jemaat mampu menangkap pewahyuan dan buah-buah rahmat Tuhan dalam Sabda yang dibacakannya. Bahkan, melalui suaranya lektor diharapkan dapat mengantar jemaat ke dalam perjumpaan dengan Allah sendiri dan semakin masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya.
Tugas lektor oleh karena itu sungguh sangat luhur. Lektor adalah utusan, duta Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya dalam liturgi Gereja. Untuk itu, para lektor dipilih dari antara jemaat untuk diberi kepercayaan dan kemudian dilantik untuk tugas pelayanan pembacaan Sabda Allah. Lektor dipilih untuk menyampaikan Sabda Allah sebagaimana Allah sendiri ingin menyampaikannya. Bagaikan nabi, lektor adalah penyambung lidah Tuhan, komunikator dan juru bicara Tuhan. Hendaklah lektor menyediakan dirinya sebagai alat bagi Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya. Hendaklah lektor membiarkan Allah hidup di dalam gema suaranya dan menyediakan diri penuh ketaatan untuk selalu digerakkan oleh daya Roh Kudus. Adalah bantuan khas lektor untuk membantu jemaat menangkap pesan Tuhan seperti yang dikehendaki-Nya. Tidak kurang. Tidak lebih.
Tugas Lektor
Lektor dilantik untuk mewartakan bagi jemaat bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil (PUMR 99), yakni Bacaan I atau II, atau bahkan - bila tidak ada petugas lain, juga kedua bacaan yang ada.
Lektor, bila tak ada pemazmur, boleh membawakan mazmur tanggapan (PUMR 99) setelah saat hening yang menyusul Bacaan I (PUMR 196).
Lektor, jika tidak ada diakon, boleh juga membawakan doa-doa umat setelah lebih dahulu dibuka imam (PUMR 197).
Lektor, jika tak ada lagu pembuka dan nyanyian komuni, boleh membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang terdapat dalam Misale kecuali kalau antifon-antifon itu didaraskan oleh jemaat atau imam (PUMR 48,87, 198).
Tugas lektor istimewa, sebab meskipun pada saat bertugas ada pelayan tertahbis, tugas itu harus dijalankannya sendiri (PUMR 99) sesuai kebiasaan tradisi (PUMR 59). Meski dalam kasus lektor tidak hadir, imam atau bahkan umat comotan, dapat mengambil alih tugas pembacaan sebelum Injil (ibid.), tugas lektor tetap memiliki kehormatan tersendiri untuk selalu dipenuhi sesuai martabatnya.
Tata Gerak Pelaksanaan Tugas Lektor (Lih PUMR 194 - 195)
Dalam prosesi menuju altar (dianjurkan terutama untuk misa hari-hari raya); bila tidak ada diakon, lektor - dengan mengambil posisi di depan imam selebran / konselebran (PUMR 120), dapat membawa Evangeliarium (Kitab Injil yang khusus memuat teks yang dipakai sepanjang tahun kalender liturgi; hindari membawa lembar teks misa!) dengan sedikit mengangkatnya di depan dada dan cover depan menghadap ke depan. Jika tidak membawa Evangeliarium, lektor berjalan dalam deret para pelayan lain (PUMR 195). Saat tiba di depan altar (di bawah panti imam), ketika rombongan prosesi lain berlutut, lektor membungkuk khidmat, kemudian berdiri bersama dan membawa Evangeliarium langsung ke altar serta meletakkannya di atasnya (baik bila ada book stand yang layak) lalu berbalik berjalan bersamaan dengan petugas-petugas lain menuju tempat duduk yang telah disediakan khusus (dianjurkan di antara umat di deret terdepan, dan tidak di wilayah panti imam).
Segera setelah imam selebran menyelesaikan Doa Pembuka, lektor berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju panti imam, berhenti dan berlutut sejenak (cukup 3 detik) di depari altar pusat, berdiri (tanpa tunduk lagi) lalu berjalan menuju mimbar baca atau ambo tanpa perlu menundukkan kepala ke arah imam selebran duduk. Berlutut di depan altar pusat dapat diganti dengan menundukkan kepala jika di belakang altar pusat tidak terdapat tabernakel (yang berisi tubuh Kristus).
Sambil berdiri tegak (tak satu pun kaki dimainkan, ditekuk atau jinjit sekali pun) segera lakukan persiapan kilat:
1. buka Lectionarium tepat pada halaman yang akan dibaca (pastikan sudah ditandai sebelumnya entah dengan pita atau pembatas lain),
2. pastikan microphone pada posisi on dan level ketinggiannya sesuai,
3. letakkan kedua tangan di atas-pinggir buku Lectionarium (untuk memastikan lembar halaman tidak terbalik tertiup udara mengalir; dan bila diperlukan, dalam posisi ini salah satu tangan dapat berfungsi untuk membantu mata mengikuti proses pembacaan).
Awalilah membaca dengan rumusan, �Bacaan diambil dari �.� (tanpa menyebut rubrik, bab maupun ayatnya) dan setelah jeda sejenak (cukup 3 detik) lanjutkan membaca teks keseluruhan. Kata-kata �Bacaan Pertama� atau �Bacaan Kedua� tidak perlu dibaca juga, sebab itu hanya judul, berkedudukan sama seperti Doa Pembuka, Doa Syukur Agung, Komuni dsb.[7] Akhiri dengan rumusan, �Demikianlah sabda Tuhan� setelah lebih dahulu memberi waktu jeda 3 detik pada akhir teks.
Setelah selesai pembacaan Sabda Allah, lektor berjalan menuju depan altar, berhenti dan berlutut khidmat (3 detik) menghadap altar pusat lalu berdiri berbalik berjalan menuju tempat duduk semula.
Persiapan Tugas
Jauh hari memastikan diri telah mengetahui teks bacaan yang akan dibawakan (dapat melalui kalendarium liturgi).
Bacalah teks yang akan dibawakan, upayakan memahami dengan baik pesannya.
Pahami jenis teksnya, analisa dan urailah strukturnya, buatlah penuntun penggalan frasa baca, buatlah juga ragam tanda baca.
Menyediakan waktu untuk berlatih membaca berulangkali hingga sebaik mungkin dan dengan cara-cara kreatif (di depan cermin, direkam untuk kemudian didengar ulang, di depan orang lain atau suatu tim agar mendapat masukan dan kritik).
Selain latihan pribadi serupa itu, baik pula jika diagendakan latihan bersama lektor lain. Ketua tim liturgi paroki, atau yang diserahi tanggung jawab melatih, bisa ikut hadir menyaksikan dan turut memberi masukan dan bimbingan.
Baik bila membiasakan diri untuk melatih diri on the spot, bagaikan suatu gladhi bersih, pada saat menjelang tugas.
Pelaksanan Tugas
Biasakan diri datang bertugas minim 30 menit sebelum misa dimulai - terutama bila mengikuti prosesi, agar cukup waktu untuk berganti busana (mungkin), menenangkan diri dan berdoa batin.
Bila tidak mengikuti prosesi dan tidak memakai busana liturgis, pastikan busana yang dikenakan sungguh layak dan pantas [8] untuk tujuan peribadatan suci, terutama lektor wanita yang kadang agak complicated dalam urusan ini.
Bila duduk dan tidak membawa sendiri Lectionarium, pastikan lebih dahulu pada saat Misa belum dimulai bahwa di atas mimbar Sabda sudah ada Lectionarium dimaksud dan bahwa teks yang akan dibaca telah diberi tanda pembatas. Saat itu juga, meski bukan tugas lektor, pastikan pula bahwa microphone berada dalam keadaan siap.
Saat berjalan menuju mimbar, jika membawa Lectionarium, hayatilah bahwa anda sedang memegang ayat-ayat suci, kitab yang mengandung Sabda Tuhan sendiri. Sadarilah bahwa anda sedang berdiri di panti imam, sangat dekat dengan tabernakel tempat Allah yang kudus bertahta.
Saat membacakan Sabda Tuhan adalah saat ketika segenap kemampuan teknis, penguasaan alat dan suasana, pengalaman dan penghayatan terbaik (yang telah dilatih sebelumnya) anda buktikan.
Selama membaca hendaklah menjaga bahasa tubuh terjaga penuh kewibawaan, mengatur irama nafas yang dalam dan halus, dan membangun suara komunikatif tanpa kehilangan warna magis.
Evaluasi Tugas
Baik bila lektor membiasakan diri untuk mengadakan evaluasi pasca pelaksanaan tugas, baik secara jujur lewat introspeksi diri maupun melalui input atau kritik dari orang lain atau tim liturgi. Bergunalah untuk menggunakan jasa evaluasi tersebut bagi kepentingan diri meningkatkan kualitas baca.
Bahkan, demi membangun budaya kualitas tersebut, baik bila tim liturgi paroki secara rutin menggelar lomba lektor dengan para pemenang diberi hadiah tugas baca dalam misa-misa hari raya besar seperti Paska dan Natal, atau misa-misa penting lainnya. Bila kebiasaan ini dijaga rutin, bukan tidak mungkin membaca Sabda Allah akan dihargai sebagai tugas terhormat.
Baik jika di bawah koordinasi tim liturgi paroki, para lektor secara periodik diajak untuk berkumpul sebagai satu komunitas. Pertemuan ini dapat digunakan untuk sekedar berbagi pengalaman atau pun untuk tujuan yang lebih spesifik seperti pembekalan, pembinaan, latihan bersama, doa bersama dsb.
Baik juga bila komunitas lektor dalam suatu paroki diberi kesempatan, sekurangnya sekali setahun, untuk memperoleh penyegaran rohani entah melalui rekoleksi maupun retret.
Footnotes:
1 �Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.�
2 I Apol., xix, 1.
3 Denzinger, Enchiridion, n. 45.
4 "Gesta apud Zenophilium" dalam Optatus of Mileve, apendiks edisi Vienna dari "Corp. Script. Eccl. Lat.", XXVI, 185-197.
5 Denzinger, op. cit. n. 156.
6 Lih. Inaestimabile Donum, 18.
7 Lih. Lakukanlah Ini, Sekitar Misa Kita, C.H. Suryanugraha, hal. 50.
8 Sekedar tips bagi lektor putri. Untuk pakaian, hindari pemakaian tank top, T-shirt / blouse tanpa lengan (u can see), berdada rendah atau pun ketat model pressed body, atasan off shoulder (bahu terbuka), rok di atas lutut dan celana panjang yang terlalu hipster. Untuk busana, hindari juga jenis kain tipis semrawang serta model dan warna mencolok. Untuk alas kaki, hindari sepatu berhak terlalu tinggi dan berbahan rawan licin. Hindari pula pemakaian kosmetik dan asesoris berlebihan. Jangan menginginkan anda lebih menarik dari Sabda Tuhan sendiri.
* P. Dicky Rukmanto, Pr adalah Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya
Sumber: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id555.htm
Post a Comment