kepada Umat Katolik di Indonesia
12 November 2010
Kepada Saudara-saudari umat Katolik di seluruh wilayah tanah air yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus,
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor baru saja berakhir. Kami para Uskup juga baru saja mengakhiri sidang tahunan yang berlangsung 8-12 November 2010. Dengan para peserta SAGKI yang merupakan wakil-wakil umat dari keuskupan-keuskupan, kami sudah mengalami kebersamaan dan persekutuan dalam iman pada SAGKI yang lalu. Kini kami ingin menyapa saudara-saudari umat Katolik di Indonesia dan membagi sukacita serta berkat Tuhan secara lebih melimpah kepada Anda yang tidak ikut SAGKI.
SAGKI dan sidang tahunan KWI terlaksana di tengah keprihatinan seluruh anak bangsa karena berbagai bencana yang melanda beberapa wilayah negeri ini, seperti banjir bandang di Wasior (Papua Barat), gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), serta meletusnya Gunung Merapi (di perbatasan Jateng-DIY) yang menelan banyak korban jiwa, harta, dan hancurnya sebagian sarana-prasarana serta menyuramkan hari depan mereka. Situasi itu semakin mendorong kami untuk menyapa dan meneguhkan Anda semua yang telah bersama dengan warga masyarakat lainnya mewujudkan kepeduliaan untuk membantu saudara-saudari yang sedang terkena musibah.
Kami sungguh bergembira dan bersyukur atas berbagai inisiatif dan karya nyata yang telah Anda lakukan di tengah dan bersama masyarakat sebagai usaha untuk menemukan dan menampilkan wajah Yesus dalam hidup sehari-hari. Kenyataan keterlibatan Anda dalam masyarakat dapat kami dengar melalui penuturan para utusan keuskupan yang ambil bagian dalam SAGKI yang lalu. Karya nyata itu kami dengar dalam SAGKI melalui kisah sejumlah saudara seiman bagaimana mereka menghayati imannya dalam perjumpaan dengan berbagai kebudayaan dan gaya hidup, keragaman agama, dan kemiskinan. Juga kisah beberapa orang yang berbeda agama mengenai pengalaman mereka dalam perjumpaan dengan orang-orang Katolik.
Saudara-saudari yang terkasih,
Guna semakin nyata menghadirkan wajah Yesus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kami ingin berbicara dengan Anda dari hati-ke-hati mengenai beberapa hal yang kami anggap penting bagi kita sebagai umat Katolik warga negara Indonesia. Hal-hal yang kami maksud adalah pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, upaya mengembangkan toleransi yang didasari kasih dan penegakan hukum yang berkeadilan. Kegembiraan, peneguhan, dan pencerahan yang ditimba dalam SAGKI memberi inspirasi untuk menjalankan panggilan untuk lebih terlibat dalam menata kehidupan bangsa terlebih menjawab empat persoalan mendesak di atas.
Pemberantasan korupsi: Godaan untuk melakukan korupsi hadir sebagai sebuah hal yang nampaknya baik. Dalam membujuk untuk berkorupsi, roh jahat menunjukkan diri sebagai malaikat. Maka untuk mencermati masalah korupsi, kita pertama-tama harus mengamati bagaimana kita bersama-sama melatih diri untuk mampu membedakan gerak-gerik roh dalam diri maupun dalam masyarakat. Pembujuk jahat yang menggoda untuk melakukan korupsi, dengan wajahnya yang manis membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang nampaknya baik dan besar, penting dan berguna bagi kemanusiaan. Dari buahnya kita kenali pohonnya. Dan buah itu ternyata buah busuk dan membuat koruptor itu menjadi berbau. Buah itu ternyata merusak nama baiknya, keluarganya dan pada gilirannya merusak masyarakat.
Korupsi kini telah meresap ke seluruh sendi kehidupan bangsa. Praktek hidup yang koruptif amat luas dan dalam, sehingga dirasakan seakan-akan hal itu normal dan baik. Kita melihat, pihak-pihak yang semestinya mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semakin cerdik mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri, keluarga, kelompok atau golongannya sendiri dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya. Sebagai orang beriman dan warga negara kita harus mencari upaya untuk menghapus dan menghentikannya. Sebagai orang beriman kita harus bersikap jujur, bertindak benar, serta bertanggungjawab atas kepercayaan orang lain.
Pengentasan kemiskinan: Kemiskinan tidak berdiri sendiri. Kemiskinan adalah sebuah wajah yang menunjukkan tiadanya cintakasih dan struktur sosial yang adil. Di dalam masyarakat kita ada segolongan orang yang menguras kekayaan negeri ini secara berkelebihan sehingga tidak ingat lagi pada saudara-saudarinya yang juga memerlukan rejekinya dari tanah air yang sama. Kenyataannya sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil. Rakyat terpaksa menjadi penonton proyek-proyek besar atau bahkan mengalami penggusuran karena adanya proyek-proyek tersebut. Orang kecil tidak mengharapkan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan agar semakin berdaya.
Pengembangan toleransi yang didasari kasih: Jarak antara mereka yang kaya dan miskin semakin lebar. Akibatnya, mereka yang miskin menjadi putus asa. Mungkin mereka sudah mengusahakan agar dapat hidup secara pantas sebagai manusia, tetapi usaha itu tidak membawa hasil. Ketika hal semacam itu menjadi pengalaman semakin banyak orang, maka agama menjadi satu-satunya kekuatan yang ada di dalam diri mereka. Agama, di satu pihak bisa dipergunakan sebagai pendorong untuk menghancurkan struktur yang tidak adil, tetapi di lain pihak bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan struktur yang tidak adil itu guna mencari keuntungan diri. Akhir-akhir ini kekerasan dan tindakan-tindakan anarkhis dengan mengatasnamakan agama kembali menguat. Sikap dan tindakan seperti itu memunculkan intoleransi yang semakin meningkat, yang merusak hak asasi warga negara untuk bebas menjalankan agama dan kepercayaannya yang telah dijamin oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.
Penegakan hukum yang berkeadilan: hingga kini kita sering mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan sama dan setara di hadapan hukum. Hukum perlu ditegakkan agar kebenaran dan keadilan menjadi nyata, hukum harus dijadikan panglima sesuai amanat UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Namun kita kerap menyaksikan bahwa penegakan hukum yang berkeadilan baru sampai pada ungkapan niat baik tetapi belum sampai kepada pelaksanaan yang konsisten. Proses penegakan hukum masih memberi kesan kuat tebang pilih dan membeda-bedakan. Penerapan hukum sepertinya "tajam ke bawah, tumpul ke atas". Maksudnya, terhadap rakyat kecil atau warga biasa hukum bisa diterapkan secara efektif, tetapi hukum menjadi tumpul dan tidak berdaya terhadap yang besar, berkedudukan dan memiliki kekuasaan, serta punya banyak uang.
Empat hal tersebut kami anggap penting dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka melalui surat ini, kami ingin menegaskan sikap dan menyampaikan ajakan kepada Anda semua untuk cermat melihat akar-akarnya, cara berkembangnya, tipu dayanya, dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Sungguh merupakan celaka bagi bangsa ini kalau hal-hal itu tidak segera diatasi, sebab dengan itu kita bisa menyebabkan negara ini terus mengalami pembusukan dari dalam dan menyebabkan rapuhnya bangunan kesatuan dan persatuan kita serta sulitnya mewujudkan hidup yang adil dan makmur.
Saudara-saudari yang terkasih,
Marilah kita cermati diri kita masing-masing, keluarga, komunitas, dan Gereja kita agar tidak terbujuk oleh godaan untuk berkorupsi. Jangan sampai perilaku kita melukai rasa religius umat beriman, menyakiti hati kaum marjinal dan terabaikan. Kita tingkatkan bersama kualitas dialog dan karya-karya nyata bersama umat yang berbeda agama. Kita usahakan pengentasan kemiskinan melalui perbaikan struktur sosial yang tidak adil dan dengan mengembangkan semangat saling membantu. Marilah kita mengawal proses penegakan hukum yang berkeadilan dengan menjadi warga yang hormat dan taat pada aturan serta hukum yang berlaku.
Secara langsung, mungkin tak akan lekas nampak hasilnya. Tetapi bila kita mampu membedakan gerak-gerak roh dalam diri kita, kami percaya bahwa usaha ini akan membawa perubahan. Perubahan yang berasal dari batin dan yang berakar pada iman yang teguh akan memiliki dampak yang dahsyat. Semoga secara batin kita diperkaya oleh Kristus sehingga kita menjadi mampu untuk menolak godaan roh jahat.
Semoga iman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita, menjadi daya kekuatan bagi kita agar kita semakin mampu mendengarkan suara Roh, hidup arif dan berani mengambil keputusan-keputusan yang berdasarkan iman dan moral Katolik demi keselamatan bangsa dan kemuliaan Allah.
Pengalaman kebersamaan sebagai umat Katolik Indonesia selama SAGKI 2010 meneguhkan kita bahwa keberagaman budaya, perbedaan agama merupakan modal sosial yang sangat baik untuk mewujudkan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Modal sosial itu akan semakin kuat apabila ada kesediaan berdialog dan bekerjasama, saling melengkapi dan saling memperkaya. Marilah kita membangun masa depan Indonesia yang lebih baik, berawal dari diri kita sendiri, keluarga, komunitas, dan paguyuban-paguyuban yang bertumbuh subur di tengah-tengah umat.
Tuhan memberkati kita semua.
Sumber : http://keuskupanbandung.org/main/post/217
Post a Comment