Kristus telah lahir di sebuah tempat yang tenang dan penuh dengan kedamaian, sehingga Pesta Natal dapat diartikan sebagai pesta damai. Seharusnya kita merasa malu merayakan pesta ini. Pesta damai apa yang kita rayakan? Sesungguhnya kita hidup dalam dunia yang penuh kekerasan, perkosaan hak, peperangan, pembunuhan bahkan pembantaian seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu di lapangan terbang Roma.
Saya teringat sebuah gambar dalam sebuah surat kabar edisi Natal yang terbit pada waktu Perang Dunia kedua. Dalam gambar itu nampak beberapa malaikat terbang di atas medan perang Eropa dan Asia. Mata mereka tertutup dengan kain dan mereka tidak berani menyanyikan lagu damai di bumi kepada manusia tercinta.
Apa sebabnya hanya ada sedikit kedamaian di dunia ini?
Apa sebabnya damai yang baru bertunas acap kali dipotong orang?
Apa sebabnya manuia lebih suka menghirup udara peperangan yang kotor daripada menghirup udara damai yang jernih?
Sebabnya:
Kedamaian adalah lebih dari gencatan senjata
Kedamaian bukan sekedar tidak membunuh lagi.
Kedamaian bukan sekedar tidak menjatuhkan bom lagi.
Kedamaian bukan sekedar tidak berperang lagi.
Kedamaian bukan sekedar tidak berkelahi lagi.
Kedamaian bukan sekedar mengulurkan tangan.
Kedamaian adalah suatu cara hidup.
Kedamaian itu bersumber dari hati yang baik dan lahir di dalam hati yang tak terbagi.
Kedamaian berasal dari hati yang bebas dari egoisme dan nafsu hormat serta nafsu milik dalam bentuk apapun.
Damai tidak begitu saja timbul dan menjadi milik kita. Damai adalah hasi dari suatu kehidupan yang murni. Damai adalah hasil dari suatu keterbukaan, kesederhanaan dan kejujuran. Damai yang sejati harus dimulai dari diri kita sendiri.
Seorang bijak mengatakan: �Kita harus membawa damai dengan menjadi damai: to bring peace by being peace.�
Semoga kita mempunyai kemauan yang baik ini, yaitu membawa damai kepada sesama dan kedalam dunia kita dengan menjadi damai.
Banjarmasin. 19 Desember 1973
+ (Alm) MGR. W. J. Demarteau MSF (Uskup Pertama Keuskupan Banjarmasin) +
Post a Comment