Bunda Maria Perawan Mulia



Maria mendapat gelar Aeiparthenos, berarti Yang Selalu Perawan. Tradisi membeda-bedakan tiga macam keperawanan, ialah keperawanan sebelum kelahiran Sang Putera, keperawanan ketika Sang Putera dilahirkan dan keperawanan sesudah Sang Putera dilahirkan.

Maria, Perawan Sebelum Yesus dilahirkan

Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; dan nama perawan itu Maria (Luk 1:26-27). Injil menandaskan dengan jelas sekali keperawanannya sampai pada saat pemberitaan malaikat. Reaksi Maria atas pemberitaan itu ialah: bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami? (Luk 1:34).

Jadi dari mulut Maria sendiri kita mendengar ketegasan yang telah dipaparkan oleh Penulis Injil. Tetapi perkataan itu juga menonjolkan sikap hidup batiniah Maria sendiri; sikap hidup ini adalah suatu kebajikan yang dipilih secara sukarela, karena didorong oleh cintanya kepada Tuhan. Ia hendak mengorbankan kepadaNya kecenderungan dan kesuburan manusiawi agar tidak terpisah lagi daripada-Nya.

Malaikat menjawab: Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut Kudus, Anak Allah. (Luk 1:35). Kemurnian hatinya yang begitu berkenan kepada Tuhan akan menjadi subur dan keibuannya tidak akan merobohkan keperawanannya. Keperawanannya akan tetap dipertahankan oleh campur tangan yang mengherankan dari pihak Tuhan.

Matius memberitakan hal-hal itu di hari-hari tersebut, tetapi dilihat dari pihak Santo Yusuf. Ia tidak berbicara mengenai pewartaan malaikat kepada Maria, tetapi ia hanya mengemukakan keragu-raguan serta kegelisahan batin Yusuf, ketika ia melihat keadaan Maria yang sebenarnya. Malaikat Tuhan tampak kepadanya di dalam mimpi dan berkata: Yusuf anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus (Mat 1:20). Dengan demikian malaikat menyatakan kepada Yusuf bahwa Maria yang sedang mengandung itu tetap perawan juga.

Sebagai pengukuhan bagi kepercayaan kita dalam masalah ini, baiklah dikemukakan bahwa perkandungan ini sudah lama diramalkan. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Immanuel, yang berarti Allah beserta kita.

Sesudah itu menyusul perkataan yang biasanya disalahartikan. Sesudah bangun dari tidur, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan Anaknya laki-laki dan Yusuf menamai Dia Yesus (Luk 1:24-25). Pengarang Injil hendak mengatakan bahwa Yesus bukanlah Putera Yusuf secara badaniah. Di samping itu juga perkataan ini menegaskan lagi keperawanan Maria.

Maria Perawan ketika melahirkan

Lukas menceritakan kelahiran Yesus dengan kata-kata: Ia melahirkan seorang Anak laki-laki, Anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan (Luk 2:7). Dengan demikian ia menunjukkan kelahiran yang tidak biasa. Perlu diperhatikan pula bahwa pengarang Injil yang sama ini tiga kali berturut-turut berbicara tentang kepergian Maria ke kenisah dan tentang persembahan Anak itu; bahwa itu terjadi untuk memenuhi peraturan undang-undang. Orang lalu mendapat kesan, bahwa ia henak mengatakan bahwa kelahiran Yesus terjadi atas suatu cara yang sebenaranya berada di luar jangkauan ketentuan hukum pentahiran.

Tradisi selalu berpegang pada nama Aeiparthenos, Selalu Perawan. Kelahiran Yesus adalah suatu kejadian yang bertentangan dengan segala hukum kodrati, dan karena itu patut dinamakan suatu mukjizat. Kita menerimanya atas dasar wahyu dengan pengertian bahwa Tuhan telah melaksanakan-Nya untuk menghormati Putera Tunggal-Nya dan untuk memuliakan Bunda Yesus.

Maria Perawan Seumur Hidup

Maria berkata kepada malaikat: Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami? (Luk 1:34). Maria pasti mempunyai niat yang teguh untuk tetap tinggal perawan walaupun ia hidup dalam ikatan perkawinan dengan Yusuf. Kalau tidak demikian maka perkataan tadi tidak mempunyai arti sama sekali. Kita pun tidak mempunyai sebab untuk menduga bahwa Maria mungkir dari niatnya itu di kemudian hari. Tidak dapat dipikirkan bahwa Maria yang begitu mencintai keperawanan, kemudian bertindak lain daripada niatnya itu. Keperawanan Maria sering diserang dengan teks-teks yang membicarakan tentang �Saudara-saudara Tuhan�. Mereka ini seakan-akan dilahirkan dari perkawinan Maria dengan Yusuf.

Perkataan saudara dapat mempunyai arti yang sangat luas di dalam bahasa Yahudi dan Armenia. Tradisi Katolik selalu mempergunakan istilah itu dalam arti kata yang sangat luas. Tetapi itupun dilakukan berdasarkan teks Kitab Suci sendiri.

Pertama, Maria selalu dinamakan ibu Yesus, dan ibu orang lain. Sesudah itu dua bersaudara Yakobus dan Yusuf bukanlah anak Maria, tetapi anak Maria Kleofas, saudari Maria. Selanjutnya ketika bergantung di salib, Yesus mempercayakan ibu-Nya kepada murid-Nya, Yohanes. Hal itu tidak mungkin dilakukan Yesus, andaikata masih ada anak lain dari Maria.

Maria pergi dengan Yesus yang berumur dua belas tahun dengan Yusuf ke kenisah. Kita tidak mendapat kesan bahwa ia meninggalkan anak-anak lain yang lebih kecil lagi di rumah.

Ia melahirkan anaknya yang pertama, Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah anak sulung. Anak sulung tidak dapat diartikan lain daripada: bahwa sebelumnya tidak ada yang dilahirkan.

Perkawinan Maria

Bukan hanya para perawan yang mengambil contoh hidup dari Maria dan mencari bantuan daripadanya; semua warga Kristen membutuhkan pertolongannya. Juga mereka yang hidup dalam ikatan perkawinan patut memohon bantuannya, oleh karena ia sendiri telah mengikat diri dalam perkawinan dengan Yusuf.

Kenyataan bahwa Injil menampilkan Maria dan Yusuf sebagai orang tua Yesus dan bahwa Maria berbicara tentang Yusuf sebagai ayah Yesus, menunjukkan kebenaran ikatan perkawinan.

Keperawanan tidak perlu dipertentangkan dengan perkawinan. Hak yang ada untuk saling memberi dan meneriam, belum mengatakan bahwa orang juga mempergunakan hak tersebut. Secara sukarela dan dengan persetujuan kedua belah pihak, orang dapat berpantang. Kalau perlu diperkuat lagi dengan semacam ikrar. Perkawinan yang bersifat perawan merupakan sesuatu yang tidak biasa, tetapi ada. Harus diperhatikan pula bahwa melihat adat-istiadat dan kebiasaan bangsanya, Maria tidak dapa mengelakkan perkawinan. Oleh karena itu, ia menyetujui perkawinan, ketika ia tahu atau paling tidak dapat menduga bahwa Yusuf akan menghormati keperawanannya. Tambahan lagi, perkawinan mereka memang sudah diatur pula oleh bimbingan Tuhan. Untuk dunia luar, Yesus dipandang sebagai anak Yusuf dan dengan demikian kehormatan Yesus dan Maria terlindung. Maria sendiri mendapat seorang pengasuh dan penolong untuk dirinya sendiri dan untuk anaknya. Di samping itu asal-usul Penebus dari silsilah Daud terjamin pula.

Dominus illuminatio mea! 
Disadur: Aku Percaya art 3.II.2, RP. H. Embuiru, SVD.

Post a Comment

أحدث أقدم