Latest News

Saturday, January 26, 2019

Allah Tritunggal 1

Ada seorang anak kecil bertanya padaku tentang Trinitas/ Tritunggal. Benarkah tuduhan teman-teman si anak kecil ini bahwa orang Kristen menyembah pada tiga Allah? Pertanyaan ini sangat menghantui saya karena sampai sekarang tidak ada upaya yag signifikan dari romo paroki untuk membahas hal ini. Bahkan pada Pesta Tritunggal Maha Kudus, yang selalu ditekankan adalah hal ini terlalu sulit, terlalu dalam, misteri dari misteri. Apakah Gereja, yang diwakilkan oleh romo, tidak mampu menjelaskan? Apakah Gereja takut sehingga mengharuskan umatnya mengimani dengan buta? Jawaban “itu adalah misteri” menurutku tidak cukup karena bila cukup, untuk apa manusia diberikan pengetahuan? Semua pertanyaan akan berakhir dengan misteri. Apa tujuan adanya udara? Misteri. Berasal dari apakah air hujan? Misteri. Bagaimana matahari dapat bersinar? Misteri. Dan ujian IPA-mu akan dapat nol.

Holy Trinity,
oleh Hendrick van Balen
Iman mencari penjelasan, faith seeks understanding. Meski benar bahwa penjelasan yang sempurna tentang Tritunggal tidak akan ada karena bila pada akhirnya manusia dapat memahami misteri Tritunggal, Allah bukan lagi Allah Yang Maha Agung karena Diri Allah dapat dipahami oleh manusia. Bukankah Allah itu Yang Tak Terpahami, yang selalu membuat takjub? Pikiran kita bagaikan sebuah ceruk sempit yang tidak akan sanggup menampung lautan Misteri Allah Tritunggal.


Pencarian saya membawa pada sebuah buku tipis. Pembaca dapat melihat judulnya di akhir artikel ini. Saya akan mensarikannya dan menambahkan sedikit permenunganku. Saya tidak berniat menampilkan daftar ayat Kitab Suci yang mendasari karena tujuan saya adalah menemukan “penjelasan terbatas” tentang Tritunggal.  Saya yakin dan percaya akan Satu Allah dalam tiga Pribadi. Ayat Kitab Suci yang mendasari dapat dilihat di sini.


Manusia dapat mengenal Allah karena Allah sendirilah yang mewahyukan DiriNya. Tidak mungkin manusia dapat mengenal Allah atas inisiatif sendiri (bdk Mat 16:17). Allah telah mewahyukan DiriNya pada Abraham sehingga Abraham berangkat ke tanah perjanjian (lih Kej 12:1). Allah sendirilah yang mewahyukan DiriNya dalam semak belukar kepada Musa (lih Kel 3:6). Pewahyuan Allah akhirnya mencapai puncak dalam Yesus Kristus. Banyak paham yang menyakini bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari manusia, beberapa paham itu menyatakan dari banyak yang lebih besar itu ada Sesuatu Yang Mutlak. Ada agama yang menyatakan bahwa Sesuatu Yang Mutlak itu adalah Tuhan Allah. Agama politeisme mengajarkan Allah dikelilingi oleh dewa dewi sekunder sementara agama monoteisme mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah tanpa dewa dewi lain. Di antara agama-agama monoteisme, agama Kristen muncul secara istimewa karena agama Kristen tidak membatasi Tuhan Allah hanya sebagai “zat”. Tuhan Allah bukanlah sesuatu yang abstrak, yang melayang-layang di angkasa,tidak berbentuk, kabur. Tuhan Allah memiliki Pribadi. Manusia saja memiliki pribadi, masakan Allah tidak memiliki Pribadi? Bahkan agama Kristen melangkah lebih jauh dengan berkata bahwa Allah mewahyukan diriNya demi keselamatan manusia karena Ia mengasihi manusia dan tidak ingin manusia binasa (lih Yoh 3:16). Tanpa pewahyuan Diri Allah, manusia tidak mungkin sampai pada keselamatan. 


Coronation of Virgin, 
kaca patri Gereja St Michael Toronto

Penegasan ini memiliki dampak penting karena Allah, demi keselamatan manusia, mewahyukan DiriNya dengan konkret. Allah memperkenalkan DiriNya ke dalam sejarah manusia demi keselamatan manusia. Sebagaimana keselamatan manusia itu konkret, pewahyuan Allah pun konkret. Memang manusia dapat “menebak” kehadiran Allah dalam fenomena alam sehari-hari, terbitnya sang surya, semilir angin, pendeknya dalam ciptaan-ciptaan. Hal ini pernah coba dijelaskan oleh romo A. de Mello, SJ, Allah bak penari menari. Beliau mencoba menjelaskan dengan: Lihatlah tarian (ciptaan) maka engkau akan melihat Sang Penari (Allah). Tapi bagi saya usaha romo de Mello, SJ ini tidak memuaskan. Allah yang Maha Sempurna tidak mungkin diwakilkan oleh ciptaan yang tidak sempurna. Adakah sesuatu hal yang dapat mencerminkan/mewakili Allah dengan sempurna kepada manusia?

Tiada yang dapat mewakili Yang Sempurna secara sempurna. Untuk dapat hadir dengan sempurna dalam sejarah manusia, Allah haruslah masuk dan mengalami sendiri kemanusiaan. Allah harus menjadi sama dengan manusia, kecuali dalam hal dosa. Pewahyuan Allah yang radikal dan mengejutkan ini berada dalam Pribadi Yesus Kristus, yang mengalami inkarnasi oleh Kuasa Roh Kudus melalui rahim Maria (lih Luk 1:28-35). Bahkan sampai sekarang Allah tetap mewahyukan DiriNya dan menyertai perjalanan sejarah manusia dalam Roh Kudus (lih Yoh 14:16-17). Modus kehadiran Allah ini haruslah sehakikat dengan Allah. Ini lah yang dimaksud “satu” oleh Yesus sendiri (lih Yoh 17:22). Bila modus kehadiran ini tidak sehakikat dengan Allah, pewahyuan ini tidak sempurna. Bila modus kehadiran ini tidak sehakikat dengan Allah, kita tidak benar-benar berjumpa dengan Allah; kita akan memandang Allah sekali lagi sebagai sesuatu yang abstrak, yang memandang manusia dari jauh, mengawasi perbuatan manusia, bila perbuatan baik lebih banyak maka orang itu masuk surga, bila sebaliknya akan masuk neraka. 

Yesus Kristus adalah Sang Sabda Allah. Dengan bersabda Allah menciptakan alam semesta dan seluruh makhluk hidup (lih Yoh 1:3, bdk Kisah Penciptaan). Mungkinkah menciptakan sesuatu yang hidup dengan sesuatu yang mati? Sebagimana manusia membersihkan sesuatu dengan benda bersih, Tuhan Allah menciptakan kehidupan dengan Sabda yang hidup (lih Yoh 1:4, Yoh 5:26). Karena hidup, Sang Sabda adalah suatu Pribadi lengkap, bahkan melebihi definisi pribadi menurut manusia. Ia memiliki kesadaran, pikiran dan dapat serta ingin dikasihi (lih Yoh 5:21; Yoh 17:24).



The Heavenly and Earthly Trinities,
oleh Murillo
Allah adalah Kasih (lih 1 Yoh 4:8). Tiada kasih yang tidak memberi. Oleh karena itu, Allah sebagai Kasih yang Maha Sempurna tentunya akan memberikan DiriNya dengan seutuhnya sebagai perwujudan yang sempurna dari kasih. Siapakah yang mampu dan pantas menerima perwujudan ini? Allah memang memberikan DiriNya kepada manusia tetapi tidak mungkin ada manusia dengan kesadaran yang sehat mengaku pantas menerima Diri Allah. Tidak ada ciptaan yang pantas menerima Diri Allah. Sebenarnya yang pantas menerima Diri Allah hanyalah Allah sendiri, yang sehakikat dengan Allah, yaitu Sang Sabda. Pribadi Allah yang memberikan DiriNya sebagai perwujudan sempurna cinta kasih adalah Allah Bapa, sedang Pribadi Allah yang menerima adalah Allah Putra. Di sini ungkapan putra bukan berarti diperanakkan oleh seorang ayah, melainkan untuk menjelaskan relasi cinta kasih ayah-anak. Seluruh Diri Allah Bapa ingin mengasihi Putra (lih Mrk 1:10-11; Mrk 9:7; Yoh 5:20) dan seluruh kesadaran dan pikiran Putra menuruti dan mengikuti kehendak Bapa sebagai jawaban terhadap Ungkapan Kasih Bapa dan demi kemuliaan Bapa (lih Yoh 5:19,30; Yoh 14:31; Yoh 17:1,4). 



St. Agustine Met a Boy on a Beach,
oleh Jose de Ribera
Karena “tokoh” yang memberi dan menerima Ungkapan Cinta Kasih itu adalah Allah yang Maha Sempurna, dengan sendirinya Ungkapan Cinta Kasih itu harus Maha Sempurna. Cinta Kasih yang Maha Sempurna ini adalah Allah Roh Kudus. Roh Kudus pun hidup (lih Rm 8:2) dan oleh karena itu merupakan suatu Pribadi. Roh Kudus juga memiliki pikiran dan kehendak yaitu bersaksi tentang Allah Putra dan mengajar manusia untuk mengakui Yesus adalah Tuhan (lih Yoh 14:26; Yoh 15:26; 1Kor 12:3).



Demikian lah usaha terbatas sebuah ceruk yang sempit dalam usaha sia-sia menampung lautan tak terperikan dari misteri Allah yang transenden.



Referensi

  Sunarko A. Trinitas, Masih Monoteis?. Dalam Wacana Biblika: Memperbincangkan Monoteisme. Vol 11. No 3. Jakarta: Yayasan Lembaga Biblika Indonesia. 2011
SSource : http://ipsaconteretcaputtuum.blogspot.com/2011/11/allah-tritunggal.html

No comments:

Post a Comment

Tags